Indonesia diprediksi akan terus dilanda gempa yang lebih besar dibanding gempa sebelumnya. Hal ini dikarenakan dua lempeng tektonik yang berada di bawah Pulau Sumatera masih terus melakukan penyesuaian. Hal itu disampaikan oleh para ahli gempa dari Earth Observatory of Singapore (EOS), seperti dilansir Los Angeles Times
EOS yang merupakan lembaga meneliti tsunami, gunung berapi, gempa bumi, dan perubahan iklim, telah melakukan penelitian selama 3 hari pasca gempa Sumbar terhadap gejala seismik di beberapa lempeng di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan peralatan Global Positioning System (GPS), catatan historis, dan pola pertumbuhan koral yang didasarkan pada kandungan uranium.
Dari penelitian tersebut, EOS menemukan gempa Sumbar hanya sedikit mengurangi ketegangan yang ada di area pertemuan dua lempeng tektonik. Menurutnya, gempa yang lebih buruk akan terjadi di wilayah Padang dan sekitarnya dalam beberapa dekade ke depan, namun prediksi waktu terjadinya tidak dapat dipastikan.
Gempa Sumbar terjadi di area yang menjadi pertemuan dua lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah Lempeng Sunda. Area pertemuan dua lempeng tersebut tepat berada di bawah Padang dan Aceh, yang 2004 lalu telah lebih dulu diguncang gempa bumi beserta tsunami.
Ketika satu lempeng berada di bawah lempeng lain, itu disebut 'subduksi'. Tapi itu tidak terjadi dengan tenang. Pertemuan dua lempeng menjadi stag dan kemudian terselip. Proses selip itu yang disebut gempa.
Kedua lempeng ini melakukan terus penyesuaian beberapa inci setiap tahunnya, dan akan terus terjadi selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, sebelum akhirnya nanti akan terjadi penyesuaian yang paling dahsyat dan terjadilah gempa yang sangat besar. Besarnya gempa tergantung pada ukuran patahan dan seberapa besar penyesuaian patahan tersebut terjadi.
Pada kasus patahan Sunda, yang berhubungan dengan pantai barat Sumatera terjadi selip sedalam 30 meter tahun 2004 lalu dan memicu tsunami di Aceh. Kemudian tahun 2005 terjadi selip sedalam 12 meter yang memicu gempa bumi 8,7 SR yang melanda Nias dan Kepulauan Simeulue.
Menurut EOS, penyesuaian patahan selanjutnya masih akan terjadi tepat di wilayah pantai Padang, meskipun gempa telah mengguncang wilayah tersebut 30 September.
Dengan hasil penelitian ini semoga pemerintah akan cepat mengambil langkah-langkah antasipasi, agar kiranya ketika saat itu terjadi korban dapat diminimalkan, serta tidak akan terjadi kepanikan setelah pasca gempa tersebut.
EOS yang merupakan lembaga meneliti tsunami, gunung berapi, gempa bumi, dan perubahan iklim, telah melakukan penelitian selama 3 hari pasca gempa Sumbar terhadap gejala seismik di beberapa lempeng di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan peralatan Global Positioning System (GPS), catatan historis, dan pola pertumbuhan koral yang didasarkan pada kandungan uranium.
Dari penelitian tersebut, EOS menemukan gempa Sumbar hanya sedikit mengurangi ketegangan yang ada di area pertemuan dua lempeng tektonik. Menurutnya, gempa yang lebih buruk akan terjadi di wilayah Padang dan sekitarnya dalam beberapa dekade ke depan, namun prediksi waktu terjadinya tidak dapat dipastikan.
Gempa Sumbar terjadi di area yang menjadi pertemuan dua lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia yang berada di bawah Lempeng Sunda. Area pertemuan dua lempeng tersebut tepat berada di bawah Padang dan Aceh, yang 2004 lalu telah lebih dulu diguncang gempa bumi beserta tsunami.
Ketika satu lempeng berada di bawah lempeng lain, itu disebut 'subduksi'. Tapi itu tidak terjadi dengan tenang. Pertemuan dua lempeng menjadi stag dan kemudian terselip. Proses selip itu yang disebut gempa.
Kedua lempeng ini melakukan terus penyesuaian beberapa inci setiap tahunnya, dan akan terus terjadi selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad, sebelum akhirnya nanti akan terjadi penyesuaian yang paling dahsyat dan terjadilah gempa yang sangat besar. Besarnya gempa tergantung pada ukuran patahan dan seberapa besar penyesuaian patahan tersebut terjadi.
Pada kasus patahan Sunda, yang berhubungan dengan pantai barat Sumatera terjadi selip sedalam 30 meter tahun 2004 lalu dan memicu tsunami di Aceh. Kemudian tahun 2005 terjadi selip sedalam 12 meter yang memicu gempa bumi 8,7 SR yang melanda Nias dan Kepulauan Simeulue.
Menurut EOS, penyesuaian patahan selanjutnya masih akan terjadi tepat di wilayah pantai Padang, meskipun gempa telah mengguncang wilayah tersebut 30 September.
Dengan hasil penelitian ini semoga pemerintah akan cepat mengambil langkah-langkah antasipasi, agar kiranya ketika saat itu terjadi korban dapat diminimalkan, serta tidak akan terjadi kepanikan setelah pasca gempa tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar